, ,

Badai PHK dan Tantangan Undang-Undang Cipta Kerja: Mimpi atau Mimpi Buruk?

Undang-Undang Cipta Kerja lahir dengan cita-cita mulia—menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan dengan imbalan dan perlakuan yang adil. Namun, setelah lima tahun diberlakukan, kenyataan di lapangan justru memperlihatkan fenomena yang berbeda. Alih-alih membuka lebih banyak lapangan kerja, Indonesia kini menghadapi badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang semakin mengkhawatirkan, terutama menjelang Ramadan.

Ancaman PHK: Fakta dan Data

Sepanjang Januari hingga Februari 2025, ribuan pekerja kehilangan pekerjaan di berbagai sektor. Beberapa kasus PHK massal yang mencuat antara lain:

  • Sumedang: 700 pekerja industri tekstil terkena PHK
  • Cimahi: 270 pekerja industri tekstil terkena PHK
  • Garut: 2.000 pekerja industri bulu mata terkena PHK
  • Kalimantan Barat: 2.000 pekerja industri sawit terkena PHK
  • Jakarta: 1.000 pekerja industri jasa pengiriman terkena PHK
  • Jawa Tengah: 10.824 pekerja industri tekstil terkena PHK

Tren ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Data menunjukkan jumlah pekerja yang terkena PHK dalam tiga tahun terakhir:

  • 2022: 25.114 pekerja
  • 2023: 64.855 pekerja
  • 2024: 80.000 pekerja

Sektor yang paling terdampak adalah manufaktur, tekstil, dan alas kaki, yang sebelumnya menjadi pilar industri padat karya di Indonesia.

Dampak Buruk Undang-Undang Cipta Kerja?

Pada awal diberlakukan, Undang-Undang Cipta Kerja mendapat banyak protes, terutama terkait pemangkasan hak pesangon, jam kerja yang lebih panjang, dan peningkatan pekerja kontrak. Tujuannya adalah menarik investasi dan meningkatkan penciptaan lapangan kerja. Namun, setelah lima tahun berjalan, justru terjadi peningkatan jumlah pekerja kontrak dan maraknya PHK.

Pekerja usia 15–24 tahun mendominasi tenaga kerja di Indonesia, dengan 45% bekerja di sektor informal. Dari jumlah itu, lebih dari 60% adalah pekerja keluarga yang tak dibayar. Sementara itu, investasi yang diharapkan tumbuh pesat untuk membuka lapangan kerja malah cenderung lesu. Rasio investasi terhadap ekonomi Indonesia hanya sekitar 27%, tertinggal dari India dan Vietnam yang sudah mencapai 32%.

PHK Massal dan Reaksi Buruh

Ancaman PHK yang semakin besar memicu aksi protes dari berbagai serikat buruh. Salah satu kasus yang mencuat adalah PHK sepihak terhadap 1.500 pekerja di pabrik alas kaki Yihong Novatex Indonesia di Cirebon. Para buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor bupati, menuntut hak mereka dan meminta pemerintah melakukan mediasi.

Koordinator aksi menyatakan bahwa PHK dilakukan dengan alasan kebangkrutan perusahaan tanpa bukti konkret. Mereka berharap seluruh karyawan bisa dipekerjakan kembali. Pemerintah Kabupaten Cirebon pun berjanji untuk melakukan mediasi dengan pihak perusahaan.

Mengapa Investasi Tak Mampu Menyelamatkan Tenaga Kerja?

Salah satu alasan utama diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja adalah untuk meningkatkan investasi, yang diharapkan menciptakan lapangan kerja lebih luas. Namun, ada beberapa kendala yang membuat kebijakan ini tidak berjalan sesuai harapan:

  1. Ketidakpastian Hukum: Sejak awal, UU Cipta Kerja mengalami banyak revisi dan gugatan, membuat investor ragu untuk menanamkan modal.
  2. Korupsi: Banyaknya kasus korupsi dalam berbagai proyek negara membuat investor berpikir ulang sebelum menanam modal di Indonesia.
  3. Birokrasi yang Tidak Efisien: Banyak proyek investasi yang diberikan kepada BUMN tanpa melalui tender yang transparan, membuat biaya investasi lebih mahal dan kurang menarik bagi investor asing.

Akibatnya, investasi yang masuk lebih banyak mengalir ke sektor padat modal, bukan padat karya, sehingga tidak banyak menyerap tenaga kerja.

Dampak Sosial dan Ekonomi dari PHK Massal

PHK dalam jumlah besar tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga meningkatkan angka kemiskinan dan kriminalitas. Studi menunjukkan bahwa meningkatnya angka PHK berbanding lurus dengan peningkatan tingkat kejahatan, sebagaimana yang terjadi selama pandemi COVID-19.

Lebih buruk lagi, banyak perusahaan melakukan PHK menjelang Ramadan atau Lebaran untuk menghindari kewajiban pembayaran THR. Hal ini semakin memperburuk kondisi ekonomi pekerja, yang kehilangan pendapatan di saat harga bahan pokok meningkat.

Apa Solusinya?

Untuk mengatasi badai PHK dan memastikan UU Cipta Kerja benar-benar berfungsi sesuai tujuannya, beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah antara lain:

  1. Revisi Undang-Undang Cipta Kerja agar lebih berpihak kepada pekerja dan tidak hanya menguntungkan pengusaha.
  2. Peningkatan Pengawasan Tenaga Kerja, terutama dalam praktik outsourcing dan kontrak kerja jangka pendek yang merugikan pekerja.
  3. Meningkatkan Transparansi dan Efisiensi Investasi, dengan memastikan proyek investasi melalui tender yang adil dan bebas korupsi.
  4. Mendorong Sektor Padat Karya, agar investasi yang masuk benar-benar bisa menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Indonesia harus segera mencari solusi untuk mengatasi badai PHK ini. Jika tidak, ketidakpastian ekonomi akan semakin memburuk, dan rakyatlah yang akan menanggung beban terberatnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *