Sepanjang tahun 2024, kelompok peretas asal Korea Utara kembali melancarkan serangan siber yang menargetkan aset kripto di berbagai negara. Diperkirakan mereka telah mencuri hingga $1,3 miliar dalam bentuk cryptocurrency. Bahkan, negara maju seperti Jepang dan India menjadi korban pencurian digital ini.
Bagaimana Mereka Melakukannya?
Menurut laporan terbaru, total pencurian aset kripto yang dilakukan sejak tahun 2023 hingga 2024 mencapai $2,2 miliar. Para hacker menggunakan berbagai teknik canggih untuk mengakses sistem keamanan perusahaan, salah satunya adalah:
- Penyamaran Sebagai Pekerja IT Jarak Jauh
Para peretas menyamar sebagai pekerja IT lepas dan diterima bekerja di perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan aset digital. Setelah berhasil masuk, mereka mencuri data sensitif dan membobol sistem keamanan untuk mengambil aset kripto. - Serangan Siber Terkoordinasi
Beberapa perusahaan mengalami serangan besar yang mengakibatkan hilangnya dana dalam jumlah besar. Contohnya:- Jepang kehilangan $300 juta
- India mengalami pencurian sebesar $235 juta
- Negara lainnya juga menjadi target serangan siber serupa.
Amerika Serikat Bereaksi Keras
Tindakan hacker Korea Utara ini membuat Amerika Serikat semakin waspada. Pemerintah AS bahkan menuduh 14 orang di Amerika terlibat dalam membantu peretasan tersebut.
Kenapa Korea Utara Melakukan Ini?
Diduga kuat, pencurian aset kripto ini menjadi sumber pendanaan utama bagi program senjata dan rudal Korea Utara. Karena sanksi internasional yang membatasi akses mereka terhadap mata uang asing, serangan siber menjadi cara efektif untuk mengisi kas negara mereka.
Serangan siber yang dilakukan oleh hacker Korea Utara semakin canggih dan meresahkan dunia. Bahkan negara-negara dengan sistem keamanan tinggi pun masih bisa kecolongan. Keamanan aset digital menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan di era teknologi ini.
Apakah kamu pernah mengalami atau mendengar kasus serupa? Bagikan pendapatmu di kolom komentar!
Tinggalkan Balasan